Sabtu, 24 September 2011

BIOGRAFI ABI YAZID AL BUSTHOMI

Abu Yazid al-Busthami bernama lengkap Thifur ibn Isa ibn Adam ibn Isa ibn ‘Ali dan beliau mempunyai nama panggilan tersendiri dengan nama Abu Yazid al-Busthami, adapun al-Busthami merupakan nisbah terhadap nama tempat yang bernama Bustham yang mana terletak di wilayah Khurasan dan sekarang dikenal dengan sebutan Negara Islam Iran, dan beliau mempunyai nama panggilan lain yaitu Thifur ibn Isa ibn Sarusyan, adapun Sarusyan merupakan nisbah terhadap nama kakeknya dan Thifur adalah nama burung yang kecil, diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa kakeknya itu seorang Zoroaster kemudian dia memeluk Islam.
Beberapa sumber menjelaskan tentang sejarah kelahirannya secara terperinci akan tetapi sangat disayangkan sekali karena sedikit yang menceritakan tentang tempat kelahirannya. Ibunya dilahirkan di wilayah Mobadan yang mana wilayah tersebut berpenduduk mayoritas beragama Zoroaster, kemudian setelah itu beliau pindah kedaerah Bawidzan yang mana daerah tersebut dihuni oleh mayoritas penganut agama Islam.
Abu Yazid mempunyai dua saudara lelaki dan dua saudara perempuan, adapun kedua saudara lelakinya bernama Adam dan Ali sedangkan kedua saudara perempuannya tidak diketahui namanya, diceritakan juga bahwa ibunya adalah seorang wanita yang zuhud -menjauhi se-mua urusan duniawi di alam kehidup-annya- dan beliau seorang ahli ibadah.
Diceritakan di dalam Kitab Tarajim bahwa Abu Yazid adalah seorang yang sangat zuhud, ahli ibadah dan seorang yang sangat ‘arif, salah satu muridnya adalah Salma telah meriwayatkan hadits darinya yang mana sampai sanad hadits tersebut kepada Abu Sa’id al-Khudri.
Abu Yazid al-Busthami wafat pada tahun 261 H, sebagian catatan menga-takan beliau wafat pada tahun 264 H.
Tidak banyak sumber ataupun catatan yang menceritakan tentang sejarah keilmuannya secara detail dan terperinci, akan tetapi sebagian riwayat menceritakan bahwa beliau itu seorang Ahlu Sunah wa al-Jama’ah yang bermadzhab Hanafi, dan beliau belajar ilmu Tauhid kepada temannya yang bernama Abu ‘Ali al-Sunda. Abu Yazid al-Busthami tidak menulis dan mengarang sesuatu yang berbentuk kitab ataupun catatan namun banyak dari murid-muridnya yang mengutip perkataan beliau dan meriwayatkannya di dalam sebuah kitab, seperti apa yang tertulis di dalam kitab al-Nur min Kalimat Abu Thifur yang ditulis oleh Abu Fadl Muhammad ibn al-Sahlaji (389-476 H) di dalam kitabnya berisi tentang riwayat hidup Abu Yazid al-Busthami, keilmuan dan kehidupannya di dalam dunia sufi, di dalam kitab ini al-Sahlaji telah mengutip perkataan Abu Yazid al-Busthami diperkirakan sekitar 500 riwayat, dan al-Sahlaji telah hafal akan semua riwayat tersebut yang mana beliau telah mengutip dari beberapa Syaikh yang bertemu langsung dengan Abu Yazid al-Busthami, namun tidak begitu saja al-Sahlaji mengutip dan mengambil perkataan Abu Yazid dari para Syaikhnya akan tetapi beliau penuh dengan kehati-hatian ketika mengutip dan meriwayatkan perkataan Abu Yazid.
Selain kitab yang ditulis oleh al-Sahlaji ada pula kitab lain yang menceritakan tentang kehidupan Abu Yazid al-Busthami diantaranya Syutuhat al-Shufiyah yang ditahqiq oleh Doktor Abdurahman badawi. Diceritakan pula dari beberapa riwayat bahwa Abu Yazid al-Busthami mempunyai 313 guru dan yang paling terkenal diantaranya adalah Imam Abu Ja’far al-Shodiq. Abu Yazid-pun mempunyai banyak murid diantara murid tersebut yang menonjol di dalam keilmuannya dan yang paling banyak meriwayatkan perkataannya adalah Abu Musa al-Daibala.
Abu Yazid digolongkan oleh para Ulama ke dalam golongan orang-orang sufi yang samar dan adapun alasannya karena beliau mempergunakan metode Syutuh untuk mendeskripsikan tentang perasaan ruhiyahnya, akan tetapi banyak orang menentang perkataan beliau, alasannya karena perkataan dan deskripsi beliau tentang perasaan ruhiyah sangat jauh dari ajaran al-Quran dan al-Hadits.
Yang dimaksud Syutuh adalah deskripsi yang aneh dan ganjil terhadap keberadaan teori emanasi dan berlebih-lebihan didalam mendeskripsikannya.
Namun kebanyakan para sufisme menerima pendapat golongan Ahlu Syutuh yang yang berpendapat tentang kekuatan yang maujud dan penglihatan yang ma’rifatdikarenakan keterbatasan bahasa dari kesempurnaan untuk mengungkapkan dan menterjemahkan gambaran perasaan ruhiyahnya tersebut, dikarenakan kedua hal tersebut sangat sulit untuk mencapai kesempurnaan bahasa dalam mengungkapkannya, maka terjadi salah pemahaman. Maka oleh karena itu banyak para sufisme berpendapat bahwasanya tidak berhak dan tidak boleh untuk siapapun juga mengingkari para Ashhabu Syutuh namun dengan catatan para Ashhabu Syutuhtersebut terkenal dengan keshalehannya, ketakwaannya dan keilmuannya, maka daripada itu, semua urusan diserahkan kepada Allah SWT.
Abu Yazid adalah orang pertama di kalangan kaum sufi yang mempergunakan metode syutuh di dalam mendeskripsikan perasaan ma’rifatnya.
Banyak para syaikh sufisme merasa cemas terhadap perkataan Abu Yazid yang penuh dengan keganjilan, diantaranya adalah Junaid. Selain Junaid ada lagi penulis kitab al-Lumma yang mana beliau telah mengutip penjelasan Junaid tersebut bahkan beliau mencoba mempertahankan dan membelanya. Namun tidak semua para syaikh sufisme menerima pendapat Abu Yazid bahkan diantara mereka mengingkari dan menolak secara mentah-mentah pendapat Abu Yazid tentang metode syutuhnya. Diantara Syaikh sufisme yang menolak pernyataannya adalah Ibnu Salim al-Basri bahkan beliau sampai mengkafirkan Abu Yazid.
Diantara pernyataan Abu Yazid yang diingkari dan ditolak oleh beberapa syaikh sufisme diantaranya:
a. Maha suciku
b. Apa yang dimaksud dengan neraka? Sungguh aku akan meminta izin darinya besok, dan jadikanlah aku sebagai korban untuk ahli Neraka.
c. Apa yang dimaksud dengan Surga? Surga hanyalah permainan anak-anak, yang dimaksud disini adalah orang-orang yang cinta terhadap dunia.
d. Siapa orang-orang yang berbicara itu? Sungguh pembicaraan mereka hanya-lah untuk sesama manusia, maka hatiku telah berbicara dengan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih